CONTOH KASUS PASAR MONOPOLI
STUDI KASUS PT.PERUSAHAAN LISTRIK
NEGARA.
A. Latar belakang masalah
PT. Perusahaan Listrik Negara Persero
(PT. PLN) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan
mandat untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Seharusnya sudah
menjadi kewajiban bagi PT. PLN untuk memenuhi itu semua, namun pada
kenyataannya masih banyak kasus dimana mereka merugikan masyarakat. Kasus ini
menjadi menarik karena disatu sisi kegiatan monopoli
mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun disisi lain tindakan PT. PLN
justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan
kebutuhan listrik masyarakat.
B. Rumusan masalah
PT.
Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak
di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan
satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT.
PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan
mendistribusikannya secara merata.
Usaha
PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT.
PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang
pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang
mereka kehendaki.
Pasal
33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa
monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33
mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama
yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan
mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi
pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari
kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk
kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan
pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas
kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Contoh
kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
1. Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit,
distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan
berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk
distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27
Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General
Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui
& Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan
masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar
masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
2. Krisis listrik memuncak saat PT.
Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara
bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode
11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja
industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali
wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan
alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik
yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di
sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1
dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan
serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU
Muara Karang.
Dikarenakan
PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat
bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan
adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga
sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas.
Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan
investor menjadi enggan untuk berinvestasi.
C. Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori
etika deontologi
Konsep
teori etika deontologi ini mengemukakan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak
secara baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat
atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri
sebagai baik pada dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan
kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan
itu. Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang
baik dari pelaku.
Dalam
kasus ini, PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai
tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional.
Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT.
PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi menurut
teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.
D. Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori
etika teleologi
Berbeda
dengan etika deontologi, etika teleologi justru mengukur baik buruknya suatu
tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau
berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dalam kasus ini, monopoli
di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945,
dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk
kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka
PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.
E. Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori
etika utilitarianisme
Etika
utilitarianisme adalah teori etika yang menilai suatu tindakan itu etis apabila
bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari
teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan
monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung pada PT.
PLN.
F. Kesimpulan
Dari
pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik
Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian
pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
G. Saran
Untuk
memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, ada baiknya
Pemerintah membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan usaha di bidang
listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap mengontrol dan memberikan batasan
bagi investor tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan yang merugikan
masyarakat. Atau Pemerintah dapat memperbaiki kinerja PT. PLN saat ini,
sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan
masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.